Bismillahirrahmirrahim
Assalamu’alaikum warahmatullah wabaraktuh
Semarang, 25 Maret 2019
Saya tidak pernah menyangka
akan tertimpa kejadian seperti ini, yang saya yakini semua ini sudah menjadi garis
takdir dari Allah, dia hadir sudah atas izin Allah, dan tentunya sudah tercatat
rapi sejak lama jauh sebelum saya terlahir ke dunia dan jauh sebelum alam
semesta raya ini diciptakan. Jumat (22/3) akhirnya saya memutuskan untuk pulang
ke kampung halaman saya di Kendal. Sebenarnya, ini sebuah reschedule karena awalnya saya ingin pulang bulan April nanti
setelah UTS smt genap. Tapi, saya berpikir ulang sepertinya itu kelamaan dan
sekarang mumpung ada kesempatan karena kuliah di jam 11 yang kebetulan kosong
diganti dengan kuliah umum di lain hari. Well,
di satu sisi saya juga butuh untuk me-recharge
semangat kembali. Butuh supporting
system dari kedua orangtua, dan ingin memohon doa restu karena pekan depan
UTS smt genap akan dimulai. Ya sebenarnya bisa kan minta doa restu orangtua
lewat telepon atau yang lain tapi, jika kita pulang dan menghadap kedua orang
tua langsung itu ada esensi tersendiri yang tidak bisa diungkapkan. Birrul walidain.
Saya tidak bisa berlama-lama di
rumah, Senin pagi saya harus pulang kembali menuju Jogja karena ada kelas
pengganti di jam 1 siang. Perjalanan Kendal-Jogja bisa menempuh waktu 3,5 – 4
jam. Jadi, cukuplah toh biasanya saya berangkat dari rumahnya setelah subuh dan
sampai Jogja lagi jam 10an. Itu kalo naik bus patas ya, kalo naik kereta beda
lagi catatan waktunya hehe. Awalnya saya ingin pulang naik kereta, tapi setelah
dipikir-pikir karena akan ada kelas pengganti di jam 1 saya khawatir waktunya
tidak bisa dikejar, belum lagi si emak yang membawakan saya banyak oleh-oleh dan
12 kg beras. Hal itu benar-benar bakal bikin repot di kereta nanti, jadi saya
putuskan untuk menggunakan bus saja. Karena sudah tidak ada lagi bus Damri dari
Terminal Mangkang, saya memiliki dua opsi mencari bus patas di Terminal Terboyo
atau Terminal Sukun. Sebenarnya keduanya sama-sama jauhnya sih, tapi kali ini
saya mencoba mencarinya di Terminal Sukun.
Untuk bisa sampai ke Terminal
Sukun saya harus naik Trans Semarang dari Terminal Mangkang lalu transit di
halte Balaikota, dan lanjut lagi dengan jurusan Ungaran-Banyumanik-Tembalang. Entah
mengapa tak seperti biasanya, bus jurusan tersebut lama sekali datangnya hampir
setengah jam lebih saya menunggu dan ditambah jumlah penumpang di dalam bus
yang benar-benar ramai. Hmm mungkin efek kelamaan datang, akhirnya terjadi
penumpukan penumpang. Sebenarnya estimasi saya sampai di Terminal Sukun adalah
pukul 8, tapi nyatanya karena bus trans arah Ungarannya yang lama sekali
datangnya akhirnya sampai sana sekitar jam 9 kurang. Karena saya jarang pulang
lewat sini akhirnya ini yang membuat saya sedikit mamang, saya lupa-lupa ingat
di halte bus terdekat mana saya harus berhenti? Setelah saya memilih berhenti
di halte dekat ADA Setia Budi Banyumanik, saya tersadar kalo ternyata saya
salah turun halte, Terminal Sukun masih jauh sekitar 300-400m lagi.
Di sini kejadian tersebut
terjadi. Awalnya saya mencoba ingin jalan kaki saja untuk mencapai Terminal
Sukun, tapi nyatanya barang bawaan yang ku bawa amat berat sepertinya ini hanya
akan membuatku menjadi kesusahan. Saya tengok jalanan ada banyak angkot yang
lewat, tidak sulit sih hanya melambaikan tangan saja nanti angkot akan berhenti
untuk kita. Yang saya ingat kemarin, di dalam angkot tersebut sudah ada 3
penumpang 1 ibu-ibu dan 2 bapak-bapak. Sampai dalam angkot saya langsung
menyampaikan kepada pak supir bahwa saya ingin berhenti di Terminal, di saat
itu pula saya refleks langsung mengambil uang di dalam dompet. Hmm mungkin
sebenarnya kebanyakan orang akan mengambil uang untuk membayar jika sudah
sampai di tempat tujuan, tapi sudah menjadi kebiasaan saya selalu mengambil
uang terlebih dahulu agar nantinya tidak perlu ribet-ribet lagi mengeluarkan
uang.
Angkot yang saya maksud di sini
adalah angkot yang ukurannya kecil ya mirip dalam sinetron Preman Pensiun. Nah
seperti itu penampakannya. Jadi, saya duduk di belakang pak supir di kursi sisi
kanan-kiri. Saat saya masuk ke dalam angkot bapak yang duduk di dekat saya
lantas langsung bergeser menjauh ke belakang, sementara di hadapan saya ada
bapak-bapak dan ibu-ibu tadi. Biasanya kemana pun saya pergi tas selalu saya
gendong di depan, tapi entah kenapa pada saat itu tas saya gendong di belakang
karena ada laptop juga jadi agak berat kalo di gendong di depan. Selama
perjalanan naik bus trans yang penuh sesak pun tas juga tetap saya gendong di
belakang. Dalam hati saya bertanya, “kok tasnya tak gendong di belakang terus
ya? Padahal kan situasinya crowded
seperti ini. Udah deh, insya Allah aman” begitu saya berbicara pada diri
sendiri selama di dalam bus trans.
Pelaku pencopetan ini terdiri
dari 2 orang, yaitu bapak-bapak yang duduk di depan dan samping saya. Saya juga
tidak tahu apakah ibu-ibu yang duduk di depan saya itu juga teman mereka atau
murni penumpang seperti saya. Entahlah. Bapak yang di depan saya memiliki jobdesk
mengawasi dan memperhatikan saya, sekaligus memberikan kode aman kepada si
eksekutor. Semenetara bapak-bapak yang duduk di samping saya ya tugasnya itu
tadi, memiliki jobdesk menjadi seorang eksekutor yang mengambil dompet di dalam
tas saya. Selama di dalam angkot pun duduk saya membelakangi si eksekutor. Dan
selama di dalam angkot pun bapak-bapak si pengawas, terus memperhatikan saya.
Awalnya saya tidak paham apa maksudnya memperhatikan saya secara terus menerus
seperti itu. Saya menduga mereka beraksi dengan sangat cepat ketika angkot
sedang berhenti karena lampu merah di traffic
light dekat ADA.
Secara tidak sadar, ternyata
saya memberikan banyak kode peluang emas kepada mereka, seperti di mana saya
hendak turun, ketika awal saya mengambil uang di dompet mereka menjadi tau di
mana letak dompet saya berada, dan cara saya duduk yang membelakangi si
eksekutor. Ketika sudah sampai terminal dan saya menyerahkan ongkos ke pak
supir, beliau pun menatap saya dengan sedikit ketakutan seperti enggan menerima
ongkos yang saya bayarkan. Saya berpikir apakah ongkos saya kurang? Sepertinya
apa yang saya berikan lebih dari cukup mengingat jaraknya yang dekat. Setibanya
di terminal saya segera mencari bus patas arah ke Jogja, menaruh barang bawaan
di bagasi bus, naik ke dalam dan mencari kursi. Sudah saya niatkan sejak malam
HP dicharge hingga perjalanan menuju
terminal saya tidak akan bermain hp sama sekali, saya akan memulai
menggunakannya kembali jika sudah berada di dalam bus patas. Dan komitmen itu
berhasil saya lakukan.
Setelah saya mendapatkan tempat
duduk di kursi agak belakang, saya ambil nafas sejenak dan mulai mengalihkan
posisi tas ke depan. Niatnya saya mau ambil uang buat bayar bus patas, tapi kok
dompetnya ngga ada? Saya cek lagi, lho kok ngga ada? Ini seriusan ngga ada?
Kalo jatuh di angkot pas ambil uang tadi kayaknya ngga mungkin deh, saya ingat
sekali kalo dompet sudah saya taruh kembali di dalam tas, akhirnya beberapa
barang yang ada di dalam ransel saya keluarkan sebentar, hasilnya tetap sama
dompetnya beneran tidak ada. Dan di situlah saya baru menyadari bahwa saya
kecopetan sewaktu di angkot tadi. Tas ransel saya memiliki 3 bagian, bagian
pertama tempat bermukimnya dompet, bagian kedua tempat bermukimnya HP, dan
bagian ketiga tempat di mana saya biasa meletakkan bekas-bekas struk tiket.
Saya curiga di resleting di bagian
kedua kenapa sudah terbuka separo, dan terakhir ketika saya mengambil uang tadi
posisi resletingnya berada di bagian atas semua, tiba-tiba sudah berubah berada
di posisi kanan-bawah dan sedikit terbuka.
Seketika itu pula saya langsung
menangis dan mengucapkan istighfar.
Semula penumpang bus yang sibuk dengan sendirinya, tiba-tiba kesibukannya
teralihkan sejenak tertuju kepadaku, mendengar suara tangisku yang pecah karena
kecopetan. Pikiran saya pada saat itu langsung buyar dan memutuskan untuk turun
dari bus, ingin pulang ke rumah saudara saya yang ada di Semarang. Tapi, usaha
saya tersebut dicegah oleh seorang bapak yang duduk di kursi paling depan,
beliau mencoba menenangkan saya dan meminta saya untuk tetap melanjutkan
perjalanan menuju Jogja. Beliau berucap “mbak ngga usah risau soal biaya, nanti
bisa diaturin sama kru busnya. Udah mbak kembali duduk lagi aja sana, lanjutkan
perjalanannya menuju Jogja”. Saya nurut akan perintah dari si bapak tadi. Saya
duduk kembali dan mencoba untuk menenangkan diri, ya meskipun itu gagal. Saya
masih tetep nangis. T.T. Lalu seorang bapak lain lagi yang duduk di depan saya
memberikan saran untuk segera menelpon bank dan memintanya untuk memblokir
sementara atm yang saya miliki. Sayang, saya sudah mencoba menelpon pihak bank
tapi, ternyata suara saya kalah dengan keramaian yang ada di dalam bus, di satu
sisi pulsa saya sudah sangat limit
jika untuk dilanjutkan.
Saya mencoba mengkontak Mas
Andre, senior saya di takmir maskam. Tapi sayang, beliaunya sedang kuliah. Saya
mengontak beberapa teman yang lain, statusnya juga sama mereka sedang kuliah
dan limit pulsa. Ya Rabb bagaimana ini? Pada saat itu saya hanya bisa banyak
berdoa semoga si pencopet tadi tidak mengotak-atik atm saya. Karena saya bisa
pergi ke bank jika sudah sampai Jogja. Di dalam dompet tersebut ada sejumlah
uang tunai yang jumlahnya lumayan banyak, 4 atm di mana 2 di antaranya adalah
atm Beasiswa Bidik Misi dan atm Beasiswa RZIS, sementara 2 lainnya adalah atm
pribadi. Dan di atm tersebut juga masih tersimpan uang dengan jumlah yang
lumayan banyak pula. KTP ikut terbawa si copet, sementara KTM masih aman karena
posisinya yang terpisah dan saya gunakan ketika naik bus trans. Dan nota snack
ustadz yang belum saya serahkan ke bendahara departemen. (maafin mbak Lail ya
Kafita). Berkah hujan di pagi hari ketika hendak berangkat ke Jogja, menuntut
saya untuk memasukkan laptop ke dalam tas kresek dan begitu pun dengan HP yang dibungkus
pake plastik lalu dimasukkan ke dalam diskrip anti air. Laptop sebenarnya satu
tempat dengan dompet, namun karena sudah terbungkus kresek bentukan sudah tak
terlihat seperti laptop. Begitu pun dengan HP, bentukannya sudah berubah tak seperti
HP lagi. Padahal biasanya saya menaruh HP bersamaan dengan dompet. Alhamdulillah,
saya beruntung mereka tidak mengambil HP dan laptop saya. Ini HP saya
satu-satunya pemberian dari mbak tersayang, dan laptop sejak maba hasil dari
bapak tersayang jual tanah.
Karena saya sadar sudah tidak
memiliki uang sepeserpun untuk ongkos dari Terminal Jombor ke kost, saya
mengontak kembali beberapa teman. Alhamdulillah sekali banyak yang ingin
menjemputku. Tapi, ketika bus hendak sampai di daerah Terminal Secang, Magelang
ada bapak-bapak yang hendak turun dan tiba-tiba menghampiriku, memberikan uang
Rp. 50rb kepadaku. Saya awalnya menolak pemberian tersebut, tapi si bapak memaksa
agar saya menerima uang tersebut sebagai ongkos. Lalu bagaimana dengan biaya
busnya? Alhamdulillah, ada Allah yang Maha Penolong dan Maha Kaya. Ternyata
bapak-bapak yang mencegah saya untuk urung ke Jogja tadi itulah yang
membayarkan biaya bus saya, itu pun saya dikasih tau dari kru bus bagian ticketing. Allah turunkan
pertolongan-Nya lewat perantara si bapak tadi, dengan cara menggerakkan hatinya
untuk mau menolong saya. Percayalah Allah tak akan pernah membiarkan hamba-Nya
menangis dan terpuruk. Akhirnya saya tidak jadi pulang minta dijemput. Saya
putuskan untuk pesan ojek online,
saya batalkan karena diri saya sendiri belum sepenuhnya tenang, yang saya
khawatirkan pasti mereka akan menanyakan bagaimana kejadiannya dan jika ditanya
seperti itu malah akan membuat saya semakin menangis, ya karena kondisi itu
tadi.
Sebenarnya di awal
keberangkatan saat mengejar bus di tikungan Jalan Puguh saja saya sudah terjatuh
tersandung batu dan kayu, hingga menyebabkan memar di kaki kanan. Selang beberapa
menit saya jatuh, ternyata si emak menelpon tapi, sayang HPku disilent hingga akhirnya tak terjawab.
Memang ya firasat seorang ibu kepada anaknya itu sangat kuat sekali. Sekarang
semuanya sudah berlalu. Mau menangis sekejer apapun saya, itu juga percuma. Hal
itu juga tidak akan membuat dompet saya tiba-tiba kembali. Statusnya saja
dicopet, sudah diniatkan. Harapan si dompet untuk kembali sangatlah kecil. Beda
status kalo dompet tersebut hilang atau terjatuh. Tapi, ya kita ngga tau kan
kuasa Allah itu amatlah besar siapa tau mereka urung dan mengembalikan kembali
dompetku. Sebenarnya saya juga tidak ingin membawa uang cash dengan jumlah yang lumayan banyak, sempat terfikirkan untuk
menaruhnya di kost. Tapi, saya ada kewajiban yang harus ditunaikan yaitu
mentransfer sebagian uang tersebut ke saudaraku karena tidak sempat, dan bank
juga tutup pas weekend akhirnya saya
putuskan untuk dibawa kembali dan diitransfer di Jogja saja. Sebagian yang lain
juga hendak saya gunakan untuk membayar uang kost dan membeli tas baru.
Sebelum pulang, bapak
memberikan saya uang sebanyak Rp. 200rb, bapak cerita kalo uang itu adalah
hasil upahnya bekerja di sawah pak dhe selama ini, sebenarnya ada banyak
kebutuhan dan bapak sendiri pekan depan ada acara ngaji di Semarang. Tapi,
katanya it’s ok, no problem ini semua
untuk anaknya yang penting kebutuhan anaknya di perantuan bisa terpenuhi, soal
bapak nanti akan ada rejeki yang lain. Ya Allah bapakkuuu lafyuuu. Saya pulang,
tidak begitu berharap mendapat sangu berupa
uang dari orang tua. Ketika menyadari dompet yang dicopet itu, saya terbayang
wajah bapak sedang berjibaku dengan lumpur sawah di bawah sengatan terik
matahari dan terpaan dinginnya air hujan. Betapa keras dan susah perjuangan
bapak untuk mendapatkan uang sebanyak itu, dari uang tersebut terselip doa dan
harapan untuk kehidupan anaknya yang lebih baik. Itu yang membuat saya sesak,
dan terus ingin menitikkan air mata. Namun, kita bisa apa jika Allah berkata
yang lain? Ternyata itu bukan rejeki anaknya, melainkan menjadi rejeki orang
lain.
Saya tidak bisa sepenuhnya
menyalahkan si pelaku pencopetan. Untuk apa menyalahkan orang lain? Saya Muhasabbah diri saja, Berkaca pada diri
sendiri. Barangkali selama ini sedekahku kurang, lantas Allah bantu bersihkan
lewat kejadian ini. Atau selama ini saya telah berlaku dan bersikap yang tidak
mengenakkan kepada orang lain, hingga membuatnya menjadi tidak nyaman. Bisa
saja selama ini saya masih kurang mendekat pada Allah, masih saja melanggar
batasan-batasan-Nya. Hingga akhirnya Allah turunkan kejadian ini untuk menegur
diri saya, agar saya sadar atas apa yang sudah saya perbuat selama ini dan
kembali mendekat kepada-Nya. Alhamdulillah, itu tandanya Allah masih sayang
kepada saya dan tidak ingin saya terperosok ke dalam jurang kehinaan. Saya mungkin bisa membela diri dengan
mengatakan bahwa saya memiliki banyak kebutuhan yang harus segera dipenuhi
seperti untuk membayar kost, membeli peralatan untuk kuliah, kebutuhan
sehari-hari, tabungan biaya untuk magang nanti, dll. Tapi, siapa tau ternyata
mereka jauh lebih memiliki banyak kebutuhan dan mendesak, mungkin saja
anak/istrinya sedang sakit keras, anaknya butuh segera uang untuk biaya
sekolahnya, atau mereka sedang dikejar-kejar hutang yang pelunasannya harus
segera. Who knows?
Bismillah ayolah ajak dirimu
untuk bisa ikhlas, meskipun pada kenyataannya ikhlas itu amat sulit. Tapi, apa
salahnya untuk mencoba? Kamu harusnya bersyukur, dari kejadian ini Allah sedang
ingin mengajakmu untuk naik kelas. Meskipun dengan cara yang menurutmu tidak
mengenakkan ini, tapi percayalah ini cara Allah mengujimu agar kau layak untuk
naik kelas. Uang dan barang lain di dalam dompet yang kau anggap hilang, mereka
tidak hilang, mereka sedang Allah simpan untuk diganti dengan yang lebih baik
lagi. Tidak hanya disimpan di dunia, tapi juga disimpankan untuk di akhirat
kelak. Suatu hari nanti, kau akan bertemu dengan mereka lagi jika tidak di sini
ya di akhirat, sama-sama menghadap Allah untuk diadili seadil-adilnya. Bukankah
saat pulang kemarin bapak sudah bilang bahwa, terserah jika orang lain itu
ingin berbuat jahat kepadamu karena ketika dia melakukan kejahatan kepada orang
lain, sesungguhnya dia sendiri sedang melakukan kejahatan untuk dirinya
sendiri. Setiap perbuatan sekecil apapun itu pasti ada balasannya. We will harvest what we plant! Sekarang
pertanyaannya kamu ingin menanam apa? Duri atau anggur?
Teruntuk bapaks (pake ‘s’ dong
karena pelakunya lebih dari satu wkwk) yang sudah mencopet dompet saya,
bismillah insya Allah kesalahan bapaks sudah saya maafkan. Saya tidak ingin
menyimpan banyak dendam di dalam hati, untuk apa? Yang ada hanya akan membuat
hati menjadi semakin sempit. Itu tidak baik, malah akan membuat sarang penyakit
untuk diri ini. Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Pemaaf pak, rasanya terlalu
sombong jika saya tidak bisa memaafkan kesalahan antar sesama, sementara
Tuhanku saja selalu mengampuni kesalahan hamba-hamba-Nya. Saya berharap semoga saya adalah korban
terakhir dari tindak kejahatan yang bapaks lakukan. Cukup saya saja yang
terakhir jangan ada korban-korban selanjutnya yang muncul. Yang dikhawatirkan
di sini iya jika si korban bisa bisa legowo
dan ikhlas, lalu apa kabar jika ternyata si korban tidak terima atas kelakuan
bapaks dan mengucapkan umpatan-umpatan dan kalimat sumpah serapah lainnya, tentunya
itu tidak cuma ngefek ke kehidupan bapaks saja, bisa jadi kan ngefek ke
orang-orang terdekat Anda sekalian. Jika bapaks memang butuh sekali uang
tersebut, silahkan digunakan dengan catatan digunakan dengan bijak dan untuk
hal yang bermanfaat. Saya tidak tau, barangkali bapaks lebih membutuhkannya
ketimbang saya. Btw, uang yang cash
itu sebenarnya mau saya gunakan buat bayar kost, beli tas baru, dan transfer ke
saudara saya sendiri ya pak. Tapi, ya mau gimana lagi ya udah rejekinya bapaks
(maybe). Doakan saja saya agar bisa kuat dan ikhlas atas kejadian ini, dan
mendapatkan ganti yang lebih baik dari apa yang sudah bapaks ambil. Semoga
Allah selalu mencurahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada bapaks sekalian. Kita
tak akan pernah tau kan? kapan hidayah Allah itu datang menghampiri kita. Dan
kita tidak akan pernah tau doa kita yang mana yang akan dikabulkan oleh Allah.
“Rabbanaa
zholamnaa anfusanaa wa illam tagfirlanaa watarhamnaa lanakuunanna minal
khaasiriin.”
“Ya Tuhan kami, kami telah menzhalimi
diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada
kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi.”
Teruntuk semua pihak yang
dengan baik sudah membantu saya terima kasih banyak atas bantuan kalian, baik
itu yang berupa moril atau pun materil, supports.
Semoga kalian mendapatkan balasan yang
lebih baik dari Allah swt. Maafkan saya belum bisa membalas kebaikan kalian
semua, hanya doa terbaik yang bisa saya panjatkan kepada Allah untuk kalian.
Teruslah berbuat baik, jangan bosan. Kebaikan yang sudah kita lakukan
sesungguhnya akan kembali lagi kepada kita dan ketika kita berbuat baik pada
orang lain, sesungguhnya kita sedang melakukan kebaikan untuk diri kita
sendiri. Karena kita tidak akan pernah tau kebaikan kita yang mana, yang akan
mengantarkan kita menuju surga-Nya Allah. Kalian tidak perlu khawatir, kondisi
saya sekarang sudah mulai membaik. Life must go on, right? Semangat dari kalian
itu yang membuat saya mampu untuk bangkit kembali, saya masih memiliki banyak
mimpi yang harus segera dikejar dan diwujudkan untuk itu saya tidak ingin
bersedih sampai berlarut-larut.
Yang lalu biarlah
berlalu. Semua ini terjadi sudah atas izin Allah, daun dari dahan pohon saja terjatuh
sudah atas izin Allah, apalagi kejadian ini? Tentu sudah atas izin Allah, dan
dia akan pergi pun juga sudah atas izin Allah. Mari kita ubah sebuah musibah
menjadi karunia. Allah hadirkan kejadian ini lewat saya, tidak hanya menjadi
pelajaran bagi saya tapi, untuk menjadi pelajaran bersama kita semua.
Wassalamu’alaikum
warahmatullah wabaraktuh.
Comments
Post a Comment